#Chapter 1
Rama sangat meyakini bahwa setiap
cinta tak akan pernah berpaling ke lain hati. Itu yang menjadi motivasinya
dalam merajut benang-benang cinta dalam hatinya. Bunga selalu bermekaran dalam
relung jiwanya. Akalnya tak lagi sehat. Cinta, cinta, cinta selalu merasuki
pikirannya.
Wanita pujaannya lah yang menjadikannya
seperti ini. Namun, pujaan tetaplah pujaan. Wanita itu hanya menjadi impiannya
semata. Iya, ia sadar akan segalanya. Fisik dan finansial tak sejalan dengan
impiannya itu. Wajah klasik seperti orang tahun orde lama, tak pantas dengan
putri kahyangan sepertinya.
Hanya bermodalkan sikap yang baik
dan perhatian ditambahkan dengan sedikit keberanian, ia coba dekati pujaan
hatinya itu. Jalan nan jauh iya tapaki. Lautan nan dalam ia selami. Gunung nan
tinggi ia taklukan. Asal dirinya bisa mengobrol dengan Sinta, pujaan hatinya itu
walau hanya beberapa detik saja.
Sinta berparas seperti bidadari.
Tubuhnya tinggi seperti model papan atas. Begitupun badannya, sangat
proporsional. Bisa dibayangkan seperti Raisa. Begitulah biasanya Rama
menjadikannya sebagai bahan obsesinya.
Berbalik dengan Rama. Seorang
yang memiliki paras yang tak tampan, namun tak jelek pula. Bisa dibilang kelas
menengah. Menengah ke bawah lebih tepatnya. Rambutnya yang klimis, kacamata
bulat dan tubuhnya yang gempal, semakin menjauhkan jarak diantara mereka.
Seolah dipertemukan oleh Tuhan. Bayangnya
seperti kisah Rama dan Shinta. Namun, yang lebih tepat adalah “Beauty And The Beast!” Celoteh seorang
kawan akrabnya, Rini. Rini adalah sahabat karib Rama. Hampir tiap hari mereka
bersama. Bahkan, hampir seperti sepasang kekasih. Iya, ‘teman rasa pacar’.
Mungkin itu yang bisa tergambar dari kebiasaan mereka.
Rini memiliki wajah yang tak
terlalu buruk untuk dipandang mata. Wajahnya manis, layaknya Putri Kerajaan
Solo. Senyumnya bisa membuat getar hati laki-laki. Inilah yang menjadi ciri
khasnya. Mungkin hanya Rama saja yang tidak bergetar, karena hatinya sudah
tertutup oleh Sinta, yang jika dibandingkan dengan Rini bagai seorang Putri
Indonesia.
Rini memiliki sifat yang baik.
Khususnya pada Rama. Entah apa yang dimaksudkan Rini bisa sampai sebegitu
spesial Rama dimatanya. Mungkin kedekatannya itu yang menjadi satu-satunya
alasan. Padahal Rama sering sekali curhat masalah cintanya pada Rini. Iya, Rini
tentu saja membantunya.
♥ ♥ ♥
“Rin,
boleh minta tolong gak?” tanya Rama dengan raut wajah yang murung.
“Apaan?
Masalah Sinta lagi nih? Kenapa sih Ram?”
“Minggu
depan kan Sinta ulang tahun. Nah, gua diundang nih. Kira-kira gua harus kasih
kado apa ya?” tanyanya sambil membolak-balikan isi dompetnya.
“Yaampun,
gitu doang lo bingung. Gampang kali. Cewek mah dikasih ucapan dan doa aja udah
seneng ahahaha..” Kata Rini dengan tawa mengejek.
“Yeee..
Itumah lu kali. Mana ada cewek secantik Sinta mau kalo cuma dikasih gituan
doang. Yang ada gua yang malu. Ah lu mah gak serius ngasih sarannya.”
“Yaudah,
kalo gitu lo kasih pelukan dan ciuman terbaik yang pernah lo kasih deh.
Dijamin, pasti seru tuh. Dan gak bakal buat malu.” Ujarnya dengan wajah yang
sok serius.
“Hah?!
Gila lu? Yang ada gua di blacklist. Dari
daftar temannya dan calon ayah dari anak-anaknya ahaha..” Jawab Rama dengan
candaannya.
Begitulah
jika Rama suda mengobrol dengan Rini. Selalu tak tentu arah dan kejelasannya.
Itulah mengapa Rini sangat senang bermain-main dengan Rama. Kenyamanan yang
telah terbangun. Itulah yang sulit didapat dari suatu hubungan pertemanan.
Namun
dilain sisi, hati Rini berucap lain. Hati Rini sering berbatin tak tentu arah
ketika membicarakan masalah Sinta dengan Rama. Rini sering sekali merasa kasian
pada Rama. Rama sangat mencaintai Sinta, namun Rama jelas tak tahu apa isi
hatinya Sinta. Hanya menerka-nerka. Itu lah yang menjadi senjata utamanya.
“Seandainya lo tau Ram, apa yang ada di dalam
hati gue...”
Nah,
masih kepotong tuh kalimatnya. Kira-kira apa ya lanjutannya? Sebenarnya,
perasaan Rini pada Rama selama ini apa? Apakah benih-benih cinta tumbuh diantara mereka
berdua? Kita tunggu saja kisahnya minggu depan. Byeeeee...



















